BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam
pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk
yang terus berkembang sementara luas lahan tidak berkembang, menyebabkan
tekanan penduduk terhadap sumberdaya lahan semakin berat. Pada sisi lain,
lapangan pekerjaan yang terbatas mendorong masyarakat tidak memiliki banyak
pilihan mata pencaharian kecuali bertani dengan memanfaatkan lahan yang
sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya. Akibat pemanfaatan dan penggunaan
yang demikian menjadikan lahan mengalami degradasi yang kemudian disebut lahan
kritis.
Melihat fenomena di atas, maka dalam pemanfaatan sumberdaya
lahan, dibutuhkan suatu kearifan dan menjaga keseimbangan lingkungan dengan
menerapkan teknik konservasi yang tepat sehingga pemanfaatan sumberdaya lahan
yang lestari dan berkelanjutan dapat tercapai dalam rangka menfungsikan lahan
untuk memenuhi kebutuhan sekarang maupun generasi mendatang. Artinya
bahwa dalam pemanfaatan lahan untuk pengembangan pertanian diperlukan
perencanaan dan penanganan yang tepat dan bertanggung jawab, agar lahan
tersebut tidak terdegradasi dan tetap memberikan keuntungan ekonomi.
Abdurachman (2008) mengemukakan bahwa salah satu bagian penting dari budi
daya pertanian yang sering terabaikan oleh para praktisi pertanian di Indonesia
adalah konservasi tanah. Hal ini terjadi antara lain karena dampak degradasi
tanah tidak selalu segera terlihat di lapangan, atau tidak secara drastis
menurunkan hasil panen. Dampak erosi tanah dan pencemaran agrokimia, misalnya,
tidak segera dapat dilihat seperti halnya dampak tanah longsor atau banjir
bandang. Padahal tanpa tindakan konservasi tanah yang efektif, produktivitas
lahan yang tinggi dan usaha pertanian sulit terjamin keberlanjutannya.
Praktik pertanian yang buruk ini tidak hanya ditemui di
Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Hal ini tercermin
dari pernyataan Lord John Boyd Orr (1948), Dirjen FAO pertama, dalam
Abdurachman (2008) sebagai berikut: “If the soil on which all agriculture and
all human life depends is wasted away, then the battle to free mankind from
want cannot be won”. Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya konservasi tanah
untuk memenangkan perjuangan kemanusiaan dalam memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi
merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi
lebih buruk daripada saat sekarang. Secara keseluruhan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
(KSDAH) adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Di
Indonesia, kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara bersama oleh
pemerintah dan masyarakat, mencakup masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya
masayarakat, perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya.
Mengingat makin luas dan cepatnya laju degradasi tanah, dan
masih lemahnya implementasi konservasi tanah di Indonesia, maka perlu segera
dilakukan upaya terobosan yang efektif untuk menyelamatkan lahan-lahan
pertanian. Upaya konservasi tanah harus mengarah kepada terciptanya sistem
pertanian berkelanjutan yang didukung oleh teknologi dan kelembagaan serta
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan sumber daya lahan
dan lingkungan.
Pembuatan teras dilakukan pada
tanah yang letaknya miring. Maksudnya adalah untuk mengurangi kecepatan air
yang mengalir di atas permukaannya. Air yang mengalir di tempat yang miring,
jika tidak dibuat teras-teras, dapat menyebabkan terkikisnya lapisan permukaan
tanah. Sedang lapisan permukaan tanah merupakan lapisan subur yang paling
dibutuh kan oleh tanaman. Dengan demikian pembuatan teras atau sengkedan
dimaksudkan untuk melindungi atau mempertahankan agar tanah tetap subur. Dengan
adanya teras, peresapan air ke dalam tanah dapat diperbanyak.
Terjadinya erosi erat kaitannya
dengan penggunaan lahan dan tindakan konservasi tanah di suatu kawasan, tidak
kecuali di bagian hulu (upstream) suatu daerah aliran sungai (DAS). Untuk
mencegah erosi masyarakat harus memperbaiki pola dan praktek-praktek penggunaan
lahan dan melakukan usaha-usaha konservasi tanah dan air.
Konservasi tanah merupakan suatu tindakan
atau perlakuan untuk mencegah
kerusakan tanah atau memperbaiki lahan yang telah rusak. Metode konservasi tanah dibagi tiga teknik tindakan, yaitu : (a) metode vegetatif, (b) metode mekanik, dan (c) metode kimia. Konservasi tanah dengan metode mekanik salah satunya adalah pembuatan teras. Jenis teras yang sering digunakan sebagai tindakan konservasi di Indonesia adalah teras bangku (bench terrace). Teras mempunyai fungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga dapat mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan infiltrasi yang selanjutnya mengurangi laju erosi.
kerusakan tanah atau memperbaiki lahan yang telah rusak. Metode konservasi tanah dibagi tiga teknik tindakan, yaitu : (a) metode vegetatif, (b) metode mekanik, dan (c) metode kimia. Konservasi tanah dengan metode mekanik salah satunya adalah pembuatan teras. Jenis teras yang sering digunakan sebagai tindakan konservasi di Indonesia adalah teras bangku (bench terrace). Teras mempunyai fungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga dapat mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan infiltrasi yang selanjutnya mengurangi laju erosi.
Perancangan teras pada lahan
pertanian di Indonesia memerlukan berbagai pertimbangan yang dapat dibedakan
antara pertimbangan fisik teknis dan pertimbangan social ekonomi. Aspek fisik
teknis yang perlu diperhatikan dalam pembangunan teras adalah : (a) besarnya
erosi yang diperbolehkan, (b) kharakteristik tanah : erodibilitas, tingkat
kesuburan, kedalaman tanah dan kelerengan lahan, (c) kharakteristik hujan, (d)
rencana penggunaan lahan, yaitu jenis tanaman yang akan diusahakan, (e) jenis
teras, (f) vertical interval teras (VI), (g) lebar bidang olah teras, (h)
penempatan lokasi saluran pembuang, dan (i) bahan dan konstruksinya. Penentuan
VI teras bangku untuk suatu negara berbeda dengan negara lain, sedangkan negara
Indonesia lebih banyak mengadopsi system disain teras yang telah dikembangkan
di beberapa negara berikut : Zimbabwe, Afrika Selatan, Israel, Aljazair, Cina,
Amerika Serikat (Schwab et al., 1981; Hudson, 1981; Arsyad, 1989; ASAE, 1998).
Untuk pembuatan teras sebagai
bangunan konservasi tanah dan air, perlu ditentukan jarak vertical interval
teras yang tepat serta dimensi rancang bangun teras yang lainnya. Sehingga
bangunan teras dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin sesuai dengan tujuannya.
Nilai VI teras merupakan acuan untuk pembuatan teras di lahan pertanian.
B. Tujuan
Untuk mengetahui cara
pembuatan teras bangku pada lahan potensial di daerah pegunungan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. PENGERTIAN KONSERVASI
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation
yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save)
yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian
sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource (pemanfaatan
sumberdaya alam secara bijaksana).
Sedangkan menurut
Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada
saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga
dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi
ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang,
sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk
sekarang dan masa yang akan datang.
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi
dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan
sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi
merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi
didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk
memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American
Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu
(generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah,
mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas
kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah
survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan
latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh
manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat
diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
B. Pengertian Lahan Potensial Dan Lahan Kritis
Lahan Potensial adalah
lahan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Dalam arti sempit lahan potensial
selalu dikaitkan dengan produksi pertanian, yaitu lahan yang dapat
memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah.
Tetapi dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan
manusia, yaitu lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sehingga potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan
tersebut memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh,
suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk permukiman,
pariwisata, atau kegiatan lainnya.
memberikan hasil pertanian yang tinggi walaupun dengan biaya pengelolaan yang rendah.
Tetapi dalam arti luas, lahan potensial dikaitkan dengan fungsinya bagi kehidupan
manusia, yaitu lahan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sehingga potensial tidaknya suatu lahan diukur sampai sejauh mana lahan
tersebut memberikan manfaat secara optimal bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh,
suatu lahan tidak potensial untuk lahan pertanian tetati potensial untuk permukiman,
pariwisata, atau kegiatan lainnya.
Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan hidp manusia. Maka dari itu, harus ditangani secara bijaksana
dalam pemanfaatan lahan potensial dan jangan sampai malah merusak lingkungan.
Lahan
potensial tersebar di
tiga wilayah utama daratan, yaitu di daerah pantai, dataran rendah, dan dataran
tinggi. Lahan-lahan di wilayah pantai didominasi oleh tanah alluvial (tanah
hasil pengendapan). Tanahini cukup subur karena banyak mengandung
mineral-mineral yang diangkut bersama lumpur oleh sungai kemidian diendapkan di
daerah muara sungai.
Lahan Kritis adalah
lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau
lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan,
dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui
kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan
dalam pemanfaatan lahan tersebut.
kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan
dalam pemanfaatan lahan tersebut.
C. Pengertian, Manfaat dan Fungsi
Teras
Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat
dengan penggalian dan pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang
olah, guludan, dan saluran air yang mengikuti kontur serta dapat pula
dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti saluran pembuangan air (SPA)
dan terjunan air yang tegak lurus kontur. (Yuliarta et al., 2002).
Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah
bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek
panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian
dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk
mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan
air, sehingga kehilangan tanah berkurang.
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air,
sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan
penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang. (Arsyad, 1989).
Menurut Yuliarta et al (2002), manfaat teras adalah
mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan
erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung dan
mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih
rendah secara aman.
D. Klasifikasi dan Disain Teras
Teras dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara.
Sukartaatmadja (2004) mengklasifikasikan teras berdasarkan fungsi dan
berdasarkan bentuk. Berdasarkan fungsi, teras diklasifikan lagi dalam dua jenis
yaitu: (a) teras intersepsi (interception terrace) dan (b) teras
diversi (diversion terrace). Pada teras intersepsi aliran permukaan
ditahan oleh saluran yang memotong lereng. Sedangkan teras diversi berfungsi
untuk mengubah arah aliran sehingga tersebar ke seluruh lahan dan tidak
terkonsentrasi pada satu tempat. Berdasarkan bentuk, teras dibedakan ke dalam
beberapa bentuk diantaranya teras kredit, teras guludan, teras datar, teras
bangku, teras kebun dan teras individu.
Schwab et. al. (1966) dan Arsyad (1989) mengklasifikasikan
teras dalam dua tipe utama, yaitu teras bangku (bench terrace) untuk
mengurangi kemiringan lereng dan teras berdasar lebar (broadbase terrace) yang
ditujukan untuk mengurangi atau menahan air pada lahan miring. Teras berdasar
lebar ini dibagi lagi dalam bentuk teras berlereng, teras datar, dan teras
berdasar sempit.
Utomo (1989) membagi teras berdasarkan bentuk dan fungsinya
ke dalam 3 macam teras, yaitu (a) teras saluran (channel terrace), (b)
teras bangku atau teras tangga (bench terrace), dan (c) teras irigasi
pengairan (irrigation terrace). Teras saluran terutama dibangun untuk
mengumpulkan air aliran permukaan pada saluran yang telah disiapkan untuk
kemudian disalurkan pada saluran induk jalannya air, sehingga aliran permukaan
tersebut tidak menyebabkan erosi. Teras bangku dibangun terutama untuk
mengurangi panjang lereng. Lalu, teras pengairan dibangun untuk menampung air
hujan sehingga dapat digunakan oleh tanaman, seperti pada petak-petak sawah tadah
hujan.
Sedangkan Morgan (1986) membagi teras ke dalam 3 tipe utama,
yaitu (a) teras diversi (diversion terrace), (b) teras retensi (retention
terrace), dan teras bangku (bench terrace). Tujuan utama teras
diversi adalah untuk menahan aliran di permukaan dan menyalurkannya melalui
lereng ke saluran outlet yang aman. Teras retensi digunakan jika dibutuhkan
konservasi air dengan menahannya di lereng bukit. Sedangkan teras bangku dibuat
jika lahan sampai kemiringan 30 % akan digunakan untuk kegiatan budidaya
pertanian.
- Teras Datar
Teras datar atau teras sawah (level
terrace) adalah bangunan konservasi tanah berupa tanggul sejajar kontur,
dengan kelerengan lahan tidak lebih dari 3 % dilengkapi saluran di atas dan di
bawah tanggul (Yuliarta, 2002).
Menurut Arsyad (1989), teras datar
dibuat tepat menurut arah garis kontur dan pada tanah-tanah yang
permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan dan tidak
terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada dasarnya berfungsi
menahan dan menyerap air, dan juga sangat efektif dalam konservasi air di
daerah beriklim agak kering pada lereng sekitar dua persen.
Dalam Sukartaatmadja (2004) dijelaskan bahwa tujuan
pembuatan teras datar adalah untuk memperbaiki pengaliran air dan pembasahan
tanah, yaitu dengan pembuatan selokan menurut garis kontur. Tanah galian
ditimbun di tepi luar sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Di atas
pematang sebaiknya ditanami tanaman penguat teras berupa rumput makanan ternak.
- Teras Kredit
Teras kredit merupakan bangunan
konservasi tanah berupa guludan tanah atau batu sejajar kontur, bidang olah
tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan gabungan antara
saluran dan guludan menjadi satu (Priyono, et al., 2002).
Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan
kemiringan lereng antara 3 sampai 10 persen, dengan cara membuat jalur tanaman
penguat teras (lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak
antara larikan 5 sampai 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk
menahan butir-butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan
permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat
dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus
sehingga bidang olah menjadi datar atau mendekati datar. (Sukartaatmadja,
2004).
Teras
Guludan
Teras guludan adalah suatu teras
yang membentuk guludan yang dibuat melintang lereng dan biasanya dibuat pada
lahan dengan kemiringan lereng 10 – 15 %. Sepanjang guludan sebelah dalam
terbentuk saluran air yang landai sehingga dapat menampung sedimen hasil erosi.
Saluran tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari bidang
olah menuju saluran pembuang air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras guludan
hanya dibuat pada tanah yang bertekstur lepas dan permeabilitas tinggi. Jarak
antar teras guludan 10 meter tapi pada tahap berikutnya di antara guludan
dibuat guludan lain sebanyak 3 – 5 jalur dengan ukuran lebih kecil.
(Sukartaatmadja, 2004)
Sedangkan menurut Priyono et. al.
(2002), teras guludan adalah bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah dan
selokan / saluran air yang dibuat sejajar kontur, dimana bidang olah tidak
diubah dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua guludan besar dibuat satu atau
beberapa guludan kecil. Teras ini dilengkapi dengan SPA sebagai pengumpul
limpasan dan drainase teras.
- Teras Bangku
Teras bangku adalah bangunan teras
yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse
back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk
menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali.
(Sukartaatmadja, 2004).
Teras bangku adalah serangkaian
dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini
dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami dengan rumput untuk
penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar dan miring ke dalam
(Priyono, et al., 2002)
- Teras Kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan
dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal
penanaman jenis tanaman perkebunan. Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur
tanaman sehingga pada areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan
biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan
jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan
teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang berdampingan
dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004).
- Teras Individu
Teras individu dibuat pada lahan
dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang direncanakan untuk areal
penanaman tanaman perkebunan di daerah yang curah hujannya terbatas dan
penutupan tanahnya cukup baik sehingga memungkinkan pembuatan teras individu.
Teras dibuat berdiri sendiri untuk
setiap tanaman (pohon) sebagai tempat pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras
individu disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing jenis komoditas. Cara dan
teknik pembuatan teras individu cukup sederhana yaitu dengan menggali tanah
pada tempat rencana lubang tanaman dan menimbunnya ke lereng sebelah bawah
sampai datar sehingga bentuknya seperti teras bangku yang terpisah. Tanah di
sekeliling teras individu tidak diolah (tetap berupa padang rumput) atau
ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja, 2004).
- Teras Saluran (Parit Buntu / Rorak).
Teras saluran atau lebih dikenal
dengan rorak atau parit buntu adalah teknik konservasi tanah dan air berupa
pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat untuk meresapkan air ke dalam tanah
serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah. (Priyono, et al., 2002).
Tujuan pembuatan teras saluran ini
adalah meningkatkan jumlah persediaan air tanah, menahan tanah yang tererosi
(sedimen) dari bidang olah dan mengendalikan sedimen yang terkumpul ke bidang
olah, serta dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal untuk memperoleh kompos.
- Teras Batu
Teras batu adalah penggunaan batu
untuk membuat dinding dengan jarak yang sesuai di sepanjang garis kontur pada
lahan miring. Tujuannya adalah: (a) memanfaatkan batu-batu yang ada di
permukaan tanah agar lahan dapat dimanfaatkan sebagai bidang olah, (b)
mengurangi kehilangan tanah dan air serta untuk menangkap tanah yang meluncur
dari bagian atas sehingga secara bertahap dapat terbentuk teras bangku dan
hillslide ditches, (c) mengurangi kemiringan lahan untuk memberi bidang olah,
konservasi tanah dan mekanisasi pertanian. (Priyono, et al, 2002).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Lahan potensial di pegunungan
Pemanfaatan lahan potensial di daerah pegunungan
digunakan untuk usaha perkebunan. Kendalanya adalah terjadi erosi. Cara
menanggulanginya dengan jalan memakai atau menggunakan teknik pengelolaan lahan
dan penanaman pohon pelindung. Daerah potensial di daerah pegunungan juga dapat
digunakan untuk objek wisata. Kendalanya adalah jalur transportasi, komunikasi,
dan objek wisata tersebut belum dikelola secara profesional.
Mulai dataran pantai sampai ketinggian 300 m dari permukaan laut merupakan
areal lahan dataran rendah. Bila curah hujannya cukup memadai, zona dataran
rendah ini merupakan wilayah lahan hutan hujan tropis yang sangat subur.
Mulai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut merupakan wilayah tanah
tinggi, kondisi wilayahnya merupakan lahan bergelombang, berbukit-bukit sampai daerah pegunungan. Bagi daerah-daerah tanah tnggi
yang dipengaruhi oleh gunung berapi,kondisi lahannya di dominasi oleh tanah
vulkanik yang subur yang terkandung mineral haranya cukup
tinggi.
Daerah pegunungan yang memiliki curah hujan tinggi, merupakan daerah yang rawan
erosi tanah. Selain proses erosi, di daerah-daerah yang memiliki crah hujan
tinggi keadaan tanahnya biasanya berwarna merah kecoklatan (pucat), karena
unsure-unsur hara dan humusnya banyak tercuci dan terhanyutkan oleh air hujan.
Jenis tanah ini kurang subur. Contoh tanah yang sudah banyak mengalami pencucian di antaranya tanah latosol
dan tanah podzolik serta tanah laterit.
Upaya-upaya pelestarian dan peningkatan manfaat lahan-lahan potensial
dilaksanakan antara lain dengan cara berikut.
1.
Merencanakan
penggunaan lahan yang digunakan manusia.
2.
Menciptakan
keserasian da keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan lahan dalam wilayah
tertentu.
3.
Merencanakan
penggunaan lahan kota agar jangan sampai menimbulkan dampak pencemaran.
4.
Menggunakan
lahan seoptimal mungkin bagi kepentinganmanusia.
5.
Memisahkan
penggunaan lahan untuk permukiman, industry, pertanian, perkantoran, dan
usaha-usaha lainnya.
6.
Membuat
peraturan perundang-undangan yang meliputi pengaliahn hak atas tanah untuk
kepentingan umum dan peraturan perpajakan.
7.
Melakukan
pengkajian terhadap kebijakan tata ruang, perijinan, dan pajak dalam kaitannya
dengan konversi penggunaan lahan.
8.
Menggnakan
teknologi pengolahan tanah, penghijauan, reboisasi, dan pembuatan sengkedan di
aderah pegunungan.
9.
Perlu usaha
pemukiman penduduk dan pengendalian peladang berpindah.
10. Menjaga
lahan dari bahaya erosi dengan jalan pembuatan teras atau sengkedan
11. Meningkatkan
dan memanfaatkan kesuburan tanah
12. Melakukan
pergiliran tanaman (crops rotation), yaitu menanam tanaman dengan cara
bergantian, misalnya dari padi ganti kacang kedelai, padi lagi, ganti jagung,
begitu seterusnya
13. Mengadakan
teknik penanaman dengan sistem kontur.
14. Untuk
Di daerah Pertanian :
Intensifikasi = Usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan pemupukan, pengairan dan pengolahan tanah yang baik dan teratur.
Eksentifikasi = Usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan memperluas lahan pertanian.
Mekanisasi = Usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan menggunakan mesinmesin.
Deversifikasi = Usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan pemanasan berbagai tanaman (tanaman palawija.
Rehabilitasi = Usaha meningkatkan hasil pertanian
dengan cara mengganti tanaman yang sudah tua dan tidak produktif (tamanan
industri).
Lahan kemungkinan mempunyai kemiringan yang tidak
dikehendaki. Namun, hal ini dapat dimodifikasi dengan cara membuat teras atau
sengkedan. Selain untuk memperkecil saluran air, teras juga memberi kesempatan
kepada tanah untuk menyerap air. Pembuatan teras perlu disesuaikan dengan
keadaan tempat dan tujuannya.
Jenis tanah fluvial adalah jenis tanah hasil
sedimentasi oleh sungai. Usaha untuk melestarikannya adalah :
1.
Membangun tanggul
2.
Membendung sungai
3.
Membuat sengkedan
4.
Membuat terasering/teras-teras
Teras
berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi
kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh
tanah dengan demikian erosi berkurang.
B. Dasar Perencanaan Teras
Pembuatan teras diusahakan mengikuti kontur dan harus
direncanakan dengan matang sesuai dengan iklim, tebal solum tanah, topografi,
jenis tanah dan luas areal. Dalam perencanannya diperlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus yaitu: (a) keadaan tata guna tanah pada daerah
yang bersangkutan, (b) pembuatan saluran pembuangan (outlet), (c) penentuan
tata letak teras, dan (d) rencana pertanian yang akan diusahakan.
C. Pembuatan Teras Bangku
Teras bangku adalah bangunan teras
yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke belakang (reverse
back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk
menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali.
(Sukartaatmadja, 2004).
Teras bangku adalah serangkaian
dataran yang dibangun sepanjang kontur pada interval yang sesuai. Bangunan ini
dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan ditanami dengan rumput untuk
penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar dan miring ke dalam
(Priyono, et al., 2002).
Teras bangku atau teras tangga
dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian
bawahnya, sehingga terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga. Pada
usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku adalah: (1) memperlambat
aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan
kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4)
mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku dapat dibuat datar
(bidang olah datar, membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal), miring ke
dalam/goler kampak (bidang olah miring beberapa derajat ke arah yang berlawanan
dengan lereng asli), dan miring keluar (bidang olah miring ke arah lereng
asli). Teras biasanya dibangun di ekosistem lahan sawah tadah hujan, lahan
tegalan, dan berbagai sistem wanatani. Tipe teras bangku dapat dilihat dalam
Gambar 1.
Gambar 2. Sketsa empat tipe teras
bangku.
Teras bangku miring ke dalam (goler
kampak) dibangun pada tanah yang permeabilitasnya rendah, dengan tujuan agar
air yang tidak segera terinfiltrasi menggenangi bidang olah dan tidak mengalir
ke luar melalui talud di bibir teras. Teras bangku miring ke luar diterapkan di
areal di mana aliran permukaan dan infiltrasi dikendalikan secara bersamaan,
misalnya di areal rawan longsor. Teras bangku goler kampak memerlukan biaya
relatif lebih mahal dibandingkan dengan teras bangku datar atau teras bangku
miring ke luar, karena memerlukan lebih banyak penggalian bidang olah.
Efektivitas teras bangku sebagai
pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di
bibir dan tampingan teras. Rumput dan legum pohon merupakan tanaman yang baik
untuk digunakan sebagai penguat teras. Tanaman murbei sebagai tanaman penguat
teras banyak ditanam di daerah pengembangan ulat sutra. Teras bangku adakalanya
dapat diperkuat dengan batu yang disusun, khususnya pada tampingan. Model
seperti ini banyak diterapkan di kawasan yang berbatu.
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam
pembuatan teras bangku adalah:
- Dapat
diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%, tidak dianjurkan pada lahan
dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi terlalu sempit.
- Tidak
cocok pada tanah dangkal (<40 cm)
- Tidak
cocok pada lahan usaha pertanian yang menggunakan mesin pertanian.
- Tidak
dianjurkan pada tanah dengan kandungan aluminium dan besi tinggi.
- Tidak
dianjurkan pada tanah-tanah yang mudah longsor.
Teras bangku atau teras tangga
dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bagian bawah
sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku. Teras jenis ini dapat
datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke dalam dipergunakan
untuk tanah-tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan agar air yang
tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku
sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang
besar dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya (Arsyad,
1989).
Gambar 3. Penampang Melintang Teras Bangku (Sumber:
Soil Conservation Handbook,1995 dlm Priyono, et al. 2002)
Persiapan di lapangan yang harus
dilakukan dalam pembuatan teras bangku adalah: (a) memasang patok induk di
sepanjang calon tempat saluran pembuangan air, dengan kode 1, 2, 3, dst sebagai
batas galian dan timbunan tanah. Jarak antara 2 patok yang berdekatan sama
dengan lebar bidang olah teras yang direncanakan, jarak ini ditentukan oleh
kemiringan lereng (Lihat tabel 1). Pemasangan dimulai dari bagian atas lereng,
(b) memasang patok pembantu dengan kode 1a, 1b, 1c, dst berderet menurut garis
kontur di kanan kiri patok induk kode 1 dengan kode 2a, 2b, 2c, dst untuk patok
induk 2 dan seterusnya. Jarak antara patok pembantu 5 meter.
Deretan patok pembantu merupakan
garis batas galian dan batas timbunan tanah. Untuk menentukan letak patok
pembantu digunakan waterpas sederhana sehingga mengikuti garis kontur, seperti
pada gambar, (c) memasang patok as (pusat) di antara 2 baris patok pembantu.
Ukuran patok as lebih kecil dari patok pembantu. Jarak antar patok as pada
deretan yang sama 5 meter.
Lebar teras tergantung pada besarnya
lereng, kedalaman tanah, tanaman dan pola tanamnya. Rasio tampingan teras atas
dengan lereng adalah 1:0,5 dan rasio tampingan bawah dengan lereng adalah 1: 1
– 0,5. Penyesuaian harus dilakukan tergantung dari tipe tanah dan apakah
tampingan akan ditanami rumput atau akan ditutup dengan batu. Tampingan teras
bangku miring ke luar harus ditutup rumput secara rapat dan merata.
Interval tegak (VI) ditentukan dengan rumus; (Priyono,
et al, 2002).
Hubungan kemiringan lereng, teras bangku dan HOK
tertera pada Tabel 1.
Dalam Sukartaatmadja (20040 diuraikan rumus yang dapat
digunakan, yaitu Rumus Hillman dan Rumus FAO Conservation Guide 1.
Rumus
Hillman :
VI = 8.s + 60 cm untuk tanah peka terhadap erosi, dan
VI = 10.s + 60 cm untuk tanah kurang peka terhadap erosi.
dimana VI = vertical interval (cm)
s = kemiringan lereng (%).
VI = 8.s + 60 cm untuk tanah peka terhadap erosi, dan
VI = 10.s + 60 cm untuk tanah kurang peka terhadap erosi.
dimana VI = vertical interval (cm)
s = kemiringan lereng (%).
Selanjutnya dilakukan pembuatan
bangunan teras dengan cara: (a) membuat arah teras dengan menggali tanah
sepanjang larikan patok pembantu, (b) memisahkan lapisan tanah atas yang subur
dengan mengeruk dan menimbunnya sementara di sebelah kiri / kanan di tempat
tertentu, (c) menggali tanah yang lapisan olahnya sudah dikeruk mulai dari
deretan patok pembantu sebelah atas sampai kepada deretan patok as, dengan
bentuk galian. Tanah galian ditimbun ke lereng sebelah bawah patok as sampai ke
deretan patok pembantu di sebelah bawah, (d) tanah timbunan dipadatkan dengan
cara diinjak-injak. Permukaan bidang olah teras dibuat miring ke arah dalam
sebesar sekitar 1 %, (e) tanah lapisan olah yang semula ditempatkan di tempat
tertentu, ditaburkan kembali secara merata di atas bidang olah yang telah
terbentuk, (f) pada ujung teras bagian luar (bibir teras)dibuat guludan
setinggi 20 cm dan lebar 20 cm. Di bagian dalam teras dibuat selokan selebar 20
cm dan dalam 10 cm. Dasar selokan teras harus lebih tinggi 50 cm dari tinggi
dasar saluran pembuangan air, (g) talud teras dibuat dengan kemiringan 2:1 atau
1:1 tergantung pada kondisi tanah. Talud bagian atas (bagian urugan) ditanami
rumput makanan ternak atau jenis tanaman penguat teras yang lain (Yuliarta,
2002).
Foto 2. Penerapan teras bangku di lahan tegalan
Pemeliharaan teras bangku dilakukan
dengan: (a) mengeruk tanah yang menimbun (menutup) selokan teras, (b)
memelihara guludan dan talud dengan cara memperbaiki bagian yang longsor, (c)
mengulam dan memangkas tanaman penguat teras dan tanaman talud.
Keuntungan teras bangku adalah: (a)
efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan, (b) menangkap tanah
dalam parit-parit yang dibuat sepanjang teras dan tanah yang terkumpul itu
dapat dikembalikan ke bidang olah, (c) mengurangi panjang lereng, dimana setiap
2 – 3 meter panjang lereng dibuat rata menjadi teras sehingga mengurangi
kecepatan air mengalir menuruni lereng, (d) dalam jangka panjang akan meningkatkan
kesuburan tanah, (e) bidang olah yang agak datar memudahkan petani melakukan
budidaya tanaman utama, (e) tanaman penguat teras dapat menjadi sumber pakan
ternak, bahan organik untuk tanah dan kayu bakar.
Gambar 6. Detail Penampang Teras Bangku
Namun teras bangku ini juga
memiliki kelemahan: (a) pada awalnya cukup menganggu keadaan tanah,
mengurangi produksi selama 2 – 3 tahun pertama, (b) tenaga kerja / biaya untuk
pembuatannya cukup tinggi, makin curam lahannya makin banyak tenaga kerja dan
biaya yang diperlukan, (c) untuk membuat teras bangku yang baik diperlukan
ketrampilan khusus, (d) berkurangnya luas permukaan lahan efektif untuk
budidaya tanaman utama lebih besar dibandingkan dengan teknik konservasi tanah
yang lain, makin curam lerengnya, makin besar berkurangnya luas tersebut, (e)
bidang olah yang terbentuk pada bagian galian mempunyai tingkat kesuburan yang
lebih buruk daripada bidang olah yang terbentuk pada bagian timbunan.
Dalam penerapan teras bangku,
setidaknya terdapat dua faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi ini, yaitu
faktor biofisik dan faktor sosial ekonomi.
Faktor biofisik yang mempengaruhi
adalah: (a) teras bangku tidak cocok digunakan pada tanah yang dangkal, pada
tanah yang lapisan bawahnya (subsoil) mempunyai kandungan alumunium yang
tinggi, dan pada tanah yang mudah longsor seperti grumusol (vertisol), (b)
untuk tanaman-tanaman yang peka terhadap drainase lambat seperti tomat,
kentang, cabe, perlu dibuat bedangan-bedengan tinggi pada bidang olah.
Foto 3. Dalam jangka panjang, meningkatkan kesuburan
tanah
Sedangkan faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi adalah: (a) di daerah-daerah tertentu, keterbatasan jumlah tenaga
kerja / modal menyulitkan petani untuk mengadopsi teras bangku, (b) status
lahan yang kurang pasti menyebabkan petani penyakap / penggarap lahan milik
orang lain enggan mengadopsi bangunan jangka panjang seperti teras bangku
karena mereka belum tentu menikmati keuntungan-keuntungan dalam jangka panjang,
(c) tanaman penguat teras jenis semak / pohon dapat menyaingi tanaman semusim,
menyebabkan tanaman penguat tersebut dibongkar petani, (d) petani yang tidak
memiliki ternak pemakan rumput (ruminansia) enggan menanam rumput pada bibir /
tampingan teras, (e) pada lahan yang buruk keadaan tanahnya, keuntungan pembuatan
teras sangat kecil dibandingkan dengan investasinya.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Pembuatan
teras diusahakan mengikuti kontur dan harus direncanakan dengan matang sesuai
dengan iklim, tebal solum tanah, topografi, jenis tanah dan luas areal.
2.
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan cara
memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya, sehingga
terjadi deretan bangunan yang berbentuk seperti tangga.
3.
Pada usahatani lahan kering, fungsi utama teras bangku
adalah: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran
permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju
infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB-Press. Bogor.
ASAE.
1998. Standard Engineering Practice Data. Ed. 45th, ASAE. St. Joseph..
Dewobroto,
W. 2003. Aplikasi Sains dan Teknik dengan Visual Basic 6.0. PT. Elex Media
Komputindo. Gramedia. Jakarta.
Hudson,
N. 1981. Soil Conservation. Ed. 2nd. Cornell university Press. New York.
Kurniadi,
A. 2001. Pemrograman Microsoft Visual Basic 6. PT. Elex Media Komputindo.
Gramedia. Jakarta.
Kusumo,
A. S. 2002. Microsoft Visual Basic 6.0. PT. Elex Media Komputindo.
Gramedia. Jakarta.
Gramedia. Jakarta.
Matthee,
J.F.G. and W.B. Russell. 1997. Bench Terracing. In Conservation of Farmland in
KwaZulu-Natal. KwaZulu-Natal Departement of Agriculture. Natal.
PRC
Engineering Consultants, Inc. 1980. The Citanduy River Basin Development
Project (Feasibility Report : Citanduy Upper Wathershed Management Project). Denver,
Colorado, USA.
Schwab,
G.O., R.K. Frevert, T.W. Edminster, K.K. Barnes. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York
Conservation Engineering. John Wiley and Sons. New York
Stephens,
R. 2000. Visual Basic Graphics Programming. Second Edition. John Wiley and Sons,
Inc. Canada.
http://susilofy.wordpress.com/2011/02/18/pengertian-konservasi/,
diakses tanggal 1 juni 2012.
http://www.oppapers.com/essays/Plasma-Nutfah-Konservasi-Tumbuhan-LangkaDan/292447, diakses
tanggal 1 juni 2012.
http://bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/teras-2/, diakses
tanggal 1 juni 2012.
thanks bro, postingannya sangat menolong tugas gue :Dv
ReplyDelete